Rss Feed
  1.   

           Sebelumnya mimin ucapakan selamat Hari Raya Idul Adha. Meski pada hari raya kali ini ada pelaksanaan sholat Ied berbeda namun tidak membuat konflik pada masyarakat Indonesia. Ormas Muhammadiyah telah melaksanakan Sholat Id pada pagi tadi (22/9) sedangkan pemerintah baru melaksanakn sholat Id besok pagi (23/9). Dan apda malam hari ini para masyarakat Surabaya khusunya para anak-anak hingga remaja melakukan takbir keliling.
           Takbir keliling ini memang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia khusunya di pulau jawa. Karena dengan acara tersebut dapat membuat anak-anak remaja semakin dekat dan hal ini menjadi hiburan tersendiri bagi warga daerahnya.
           Kali mimin bakalan bahas takbir keliling warga Kedung Asem Surabaya. Yang membedakan takbiran keliling ini dengan yang lain adalah munculnya beberapa karakter hantu atau yang biasa disebut denagn setan seperti pocong, kuntilanak, tuyul dan sebagainya.
           Karakter tersebut menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Perayaan tahunan ini tidak ingin dilewatkan oleh siswa-siswi sekolah Yamassa (bukan promosi ya), mereka ingin memberikan kesan berbeda dari yang lain. Maskot tersebut selalu ditampilakn setiap tahunnya. Dibalik penampilan maskot yang membuat warga menjadi terhibur, pesan yang ingin disampaikan oleh para siswa tersebut adalah bahwa kita harus selalu mengingat bahwa kita akan menginggal suatu hari nanti dna persiapkan amal kita sebanyak mungkin. Itu lah pesan moral dari penampilan tokoh-tokoh tersebut.
             Tidak hanya penampilan maskot kuntilanak atau pocong saja melainkan ada sentuhan seni dari jawa juga disajikan dalam takbiran keliling ini. Kumpulan pemuda yang membawa gamelan khas jawa ini keliling kampung dengan menabuh gamelannya serta bertakbir. Ini adalah hal yang menarik karena dapat menggabungkan seni musik dengan agama. Karena dengan keindahan musiklah kita dapat menerima agama secara mudah.
              Pertujukan gamelan ini ditunjukkan kepada warga Kedung Asem Surabaya selain mengingatkan akan sadar budaya daerah kita sendiri juga memperlihatkan antusias anak muda yang masih mencintai alat musik gamelan. Sebagian anak-anak muda pada era globalisasi ini tidak menyukai hal-hal yang berbau daerah termasuk kebudayaan khas akan daerahnya, mereka lebih menyukai genre musik dangdut, rock, pop, dan lain sebagainya. Dengan adanya pertunjukan gamelan ini diharapkan para pemuda yang melihat memiliki ketertarikan untuk melestarikan budaya daerah serta menghilangkan mindset bahwa musik gamelan itu musik kuno. Justru musik gamelan ini adalah musik legendaris dari zaman nenek moyang hingga sekarang yang bila diubah sedikit nadanya akan menjadi sesuatu hal yang baru.
            Jadi pesan moral yang dapat kita petik dalam takbiran keliling warga Kedung Asem Surabaya ini adalah tetap cinta akan budaya daerah, lestarikan budaya yang kita punya, hidup rukun antar sesama warga kampung, serta selalu ingat bahwa manusia akan kembali padanya, maka dimomentum Idul Adha ini jangan lupa untuk selalu berbagi, ikhlas dan saling menghormati antar umat beragama 


  2. SEMANGGI SUROBOYO

    Senin, 14 September 2015




    Ketika mendengar kata semanggi tidaklah asing di kuping masyarakat Surabaya. Makanan ini sangat khas di beberapa kota, salah satunya adalh kota pahlawan. Cukup sulit untuk sekarang ini menemukan makanan khas Surabaya ini hanya sekali atau dua kali saja kerap dijumpai. Mimin biasanya menjumpai penjual pecel semanggi ini di daerah Mulyosari karena memang rumah mimin daerah situ, pedagang ini sangat jarang sekali lewat, sekalipun lewat di depan rumah dagangannya sudah habis.
                Kembali lagi pada pecel semanggi. Semanggi sendiri yaitu sejenis tumbuhan paku yang banyak kita jumpai di persawahan. Banyak ahli gizi mengatakan bahwa tanaman berdaun empat dan bernama ilmiah “Marsilea crenata” ini mengandung zat yang penting untuk mencegah osteoporosis dan menopause.
                Semanggi ini umumnya dinikmati oleh para orang tua saja, ada para remaja atau anak-anak yang menikmati makanan ini namun hanya beberapa saja. Makanan ini paling enak dinikmati kala Surabaya diselimuti mendung.
                Sebenarnya Pecel semanggi ini sama dengan pecel biasanya yang membedakan adalah daun semangginya. Komposisi dari pecel ini yaitu daun ketela, daun semanggi, kecambah, krupuk puli dan bumbu dari gula jawa, terasi, serta cabai. Penyajiannya hampir sama ketika beli pecel madiun, yaitu dipincuk menggunakan daun pisang. Harag 1 pincuk pecel semanggi ini berkisar dari Rp. 6.000 hingga Rp. 10.000.
    Sebagian besar penjual makanan ini berasal dari Desa Kendung, Benowo, wilayah pinggiran Kota Surabaya yang berbatasan dengan Gresik. Desa Kendung, Kecamatan Benowo, Surabaya, dikenal sebagai kampung semanggi. Warganya membudidayakan tanaman semanggi di lahan-lahan serta sebagian besar berprofesi sebagai penjual semanggi dengan cara digendong. Mereka keliling dan keluar masuk kampung di Surabaya menjajakan semanggi secara berkelompok dan menyebar ke berbagai pelosok di Surabaya.
    Makanan ini khas Kota Surabaya dan tidak ditemui di tempat lain. Semanggi Surabaya bahkan biasa disebut dalam kisah-kisah (lakon) ludruk Suroboyoan. Bahkan ada sebuah lagu daerah Surabaya yang berjudul Semanggi Suroboyo. Bagaimana apakah anda berminat untuk mencoba makanan khas Surabaya ini? J



    Sumber foto : Google.com

  3. SOP SAYUR LODEH BOGOWONTO

    Selasa, 08 September 2015



               Hai people’s kali ini kami bakalan bahas minuman unik hasil inovasi dari Bapak Giri. Nama minuman itu adalah Es Sayur Lodeh. Mendengar kata lodeh biasanya bayangan kita tertuju langsung pada sejenis masakan sayur berkuah santan yang berasa gurih dan sedikit pedas. Namun apa jadinya bila ada es lodeh? Bagaimana ya rasanya…?
               Es lodeh merupakan kreasi yang inovatif dari Bapak Giri. Bentuk dan sajiannya tak ubahnya es campur ataupun es oyen, yang membedakan hanya pada es sayur lodeh ini adalah kuahnya yang mirip sekali dengan sayur lodeh, bila dilihat sekilas buah-buahan yang ada pada Es Sayur Lodeh ini sama dengan sayur-sayuran yang ada pada sayur Lodeh.
         Minuman yang menyegarkan ini biasanya disajikan dalam mangkuk yang berisi full buah. Mungkin inilah jenis es yang cukup bergizi, karena terdapat berbagai jenis buah sebagai campuran isinya, antara lain: pepaya, nangka, apukat, garbis, degan, kolang kaling, buah naga, melon, durian, dan masih banyak lagi. Pelengkap isinya juga banyak, seperti: Agar-agar, Nutrijell, janggelan (cendol hitam),. Kesemuanya dijadikan satu lantas disiram dengan gula asli dan saus kuning seperti kuah lodeh. Tak lupa es batu yang sudah diremukkan, tentunya.

              Rasa manisnya berbeda dengan es budah pada umumnya, keaslian gulanya terlihat dari bayaknya tawon yang mendatangi gulanya. Pada umunya sih gula yang di pakai pada es buah hanya pakai gula putih tapi berbeda dnegan es sayur lodeh yang satu ini menggunakan gula merah dan gula putih, kebayangkan rasanya bagaimana?
                Rasanya manis segar. Biasanya di Kedai Es Lodeh Pak Giri, salah satu penjual es sayur lodeh khas Jombang yang ada di Bogowonto, depan SMA Hang Tua 4 ini dibandrol Rp 12.000 per porsi. Setiap pengunjung yang datang di kedai Pak Giri ini selalu ditanya oleh penjualnya, ”Mau pakai durian atau tidak?”
    “Ada Rasa Ada Harga’” itu adalah semboyan dari pak Giri. Banyak yang meniru Es Sayur Lodeh ini tapi rasanya tak kan seenak yang ada disini, disana harganya lebih murah memang daripada disini, tapi soal rasa disini tak tertandingi karena menggunakan bahan-bahan yang masih segar dan kualitas yang baik
               Tidak ada cabang lain di Surabaya ini selain disini, di Surabaya yang mengawali hanya saya sendiri, ujar pak Giri. Asal muasal es sayur lodeh sangat simpang siur people’s, ada yang mengatakan es lodeh ini berasal dari Jombang dan ada pula yang dari Solo tapi buatan Pak Giri ini berbeda dengan yang lain people’s yang bedain rasa sama kuahnya. Kalo di tempat lain warna kuahnya masih seperti es buah biasa. People’s harus dan wajib coba es sayur lodeh yang satu ini karena kalian bakalan ketagihan deh

  4. Sura dan Bhaya

    Sabtu, 05 September 2015



    Oranje Hotel yang kini bernama hotel Majapahi

           Ketika mendengar nama Surabaya yang ada dalam bayangan kita adalah kota pahlawan yang memiliki lambang ikan Sura dan buaya. Kali ini mimin bakalan bahas tentang arti dari kata surabaya itu sendiri. Kota surabaya memiliki banyak bukti sejarah seperti tercantum dalam sebuah Prasasti Trowulan I tahun 1358 M, dalam prasasti itu mengungkapkan nama surabaya adalah Churabhaya. Selain itu Mpu Prapanca juga menulis Surabaya yang tercantum dalam Pujasasra Negara Kertagana tentang perjalanan pesiar Baginda Hayam Wuruk pada tahun 1365 dalam pupuh XVII (Bait ke-5, baris terakhir)

          Meski ada bukti sejarah tertulis tentang nama Surabaya namun para ahli memiliki tafsiran sendiri bahwa surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Salah satu ahli yang mendefinisikan Surabaya adalah Von  Faber, menurutnya Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan pada tahun 1270 M. Nama Surabaya juga pernah disebut dengan Ujung Galuh yang sebenarnya tidak ada singkoronisasi dengan kata Surabaya.

    Kalimas Surabaya

        Beberapa versi menyatakan bahwa Surabaua berasal dari cerita perkelahian Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Pada waktu itu Raden Wijaya menempatkan Adipati Jayengrono di kraton Ujung Galuh yang baru di didirikannya, tujuan penempatannya adalah untuk memimpin daerah tersebut. Jayengrono belajar ilmu buaya dan menjadi kuat sehingga membuat kerajaan Majapahit khawatir. Karena kekhawatirannya yang tak terbendung kerajaan Majapahit mengutus Sawunggaling yang memiliki ilmu sura untuk melawan Jayengrono.

         Pada perkelahian itu keduanya meninggal kehabisan tenaga sebab perkelahian tersebut dillakukan selama 7 hari 7 malam tanpa henti dan tempatnya berada di pinggir sungai kalimas deket peneleh. Nama “Surabaya” diambil untuk mengenang jasa kedua ke ksatria tersebut.

        Tak hanya mitos tentang perkelahian Jayengrono dan Sawunggaling yang mewarna asal mula nama Surabaya. Mitos tentang perkelahian Ikan Suro dan Buaya juga tutut meramaikan asal mula nama “Surabaya”. Perkelahian tersebut dikarenakan Buaya yang melanggar wilayah ikan suro. Perkelahian tersebut tidak dapat dicegah dan keduanya meninggal akrena sama-sama kuat. Untuk mengenang perkelahian Ikan Suro dan Buaya itulah makan dibentukalah sebuah nama Surabaya yang berasal dari Suro (Ikan Suro) dan Boyo (Buaya).

        Nah, karena banyak simpang siur di masyarakat tentang nama “Surabaya” maka Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya yang kala itu dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Pada surat tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai hari jadi kota Surabaya. Dan pada tanggal 31 Mei itulah biasanya kita menyebut dengan hari jadi kota surabaya atau ulang tahun kota Surabaya yang disertai berbagai perayaan menyambutkanya.

         Dan nama surabaya senidiri di benter berdasarkan kesepakatan sekelompok sejarawan yang dibentuk oelh pemerintah pada waktu itu. Surabaya berasal dari kata “Sura ing Bhaya”, Sura berari keberanian dan Bhaya artinya bahaya, bila digabungkan memiliki arti “keberanian menghadapi bahaya”. Pantas saja bila arek-arek suroboyo memang meiliki jiwa keberanian yang tinggi dan tidak atakut akan bahaya contohnya saja bonek. Konon katanya kata “Sura ing Bhaya” diambil dari kekalahan pasukan Mongol oleh pasukan Jawa yang dipimpin oleh Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.

         Cerita tentang nama Surabaya tidak berhenti disitu saja, banyak sekali mitos-mitos yang bergulir di masyarakat. Semua itu mengilhami pembuatan tentang lambang-lambang Surabaya. Lambang kota Surabaya ditetapkan oleh DPRS Kota Besar Surabaya dengan Putusan no. 34/DPRDS tanggal 19 Juni 1955 yang berlaku hingga saat ini, diperkuat pula dengan Keputusan Presiden R.I. No. 193 tahun 1956 tanggal 14 Desember 1956 yang isinya :
    Lambang Surabaya
    1. Lambang berbentuk perisai segi enam yang distilir (gesty leerd), yang maksudnya melindungi Kota Besar Surabaya
    2. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putra-putri Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan melawan kaum penjajah.
    3. Lukisan ikan Sura dan Baya yang berarti Sura Ing Baya melambangkan sifat keberanian putra-putri Surabaya yang tidak gentar menghadapi sesuatu bahaya.
    4. Warna-warna biru, hitam, perak (putih) dan emas (kuning) dibuat sejernih dan secemerlang mungkin, agar dengan demikian dihasilkan suatu lambang yang memuaskan.
    Sudah paham kan akan nama Surabaya dan lambangnya jangan terlalu percaya jadi jangan terlalu percaya dengan berita yang simpang siur ya guys , selamat membaca 

    Sumber dari : http://www.surabaya.go.id/dinamis/?id=1101


Total Tayangan Halaman